THE SLAVE
Skateboard
dan musik Rock and Roll bukan lah dua hal yang berseberangan. Salah besar jika
anggapan khalayak umum akan image seorang skateboarder adalah celana gombrang,
rambut corn-row, baseball cap / snap back yang dipakai sedikit miring, dst,
dst. Segera alihkan pikiran anda pada Tony Alva, Black Sabbath. Jika dua nama
tersebut kurang mengena di bank memori anda, bayangkan celana denim ketat yang
sobek, rambut gondrong, raungan gitar berdistorsi, irama drum yang dinamis, dan
segala tek-tek bengek seterotype musik heavy tahun 70an. Karena pada era-era
itu lah budaya skateboard dilahirkan dan memacu perkembangan budaya skateboard
modern yang pesat hingga dewasa ini. Maka tidak heran jika 4 skateboarder asal
Bandung akhirnya membentuk sebuah band dengan nuansa rock 70an dan rock stoner.
Pasalnya mereka tumbuh bersama video-video skateboard yang sama sekali tidak
sedikit memasukan reportoir band rock 70’an sebagai soundtrack.
Nyatanya,
identeitas mereka yang diperkuat dengan lagu-lagu demo yang catchy-heavy dan
selengean mampu meyakinkan Volcom Entertainment (Executive Producer) dan Rekti
Yoewono (The Sigit, Bhang Records) untuk memproduseri dan merilis album perdana
mereka yang bertajuk Remorse. Album ini berhasil menarik perhatian dari scene
skateboarding lokal dan regional (Singapore, Malaysia) berkat keterlibatan
salah-satu lagu mereka dalam film skateboard “Possible” (directed by Hasbi
Sipahutar), di mana Genta dan Absar juga menunjukkan kelihaian manuver
skateboard yang mampu bersaing dengan skateboarder manca negara.
Namun The
Slave tidak lantas puas dengan kiprah nya di scene skateboard. Mereka pernah
tour bersama Satan!, band stoner/doom asal Singapur dan berpartisipasi dalam
event-event yang juga diramaikan oleh Raja Singa, Komunal, Sigmun, dll. Bukti
bahwa live performance mereka sudah mampu diterima dan diapresiasi oleh scene underground
rock.
s : Bhang
Record
THE SLAVE
Skateboard
dan musik Rock and Roll bukan lah dua hal yang berseberangan. Salah besar jika
anggapan khalayak umum akan image seorang skateboarder adalah celana gombrang,
rambut corn-row, baseball cap / snap back yang dipakai sedikit miring, dst,
dst. Segera alihkan pikiran anda pada Tony Alva, Black Sabbath. Jika dua nama
tersebut kurang mengena di bank memori anda, bayangkan celana denim ketat yang
sobek, rambut gondrong, raungan gitar berdistorsi, irama drum yang dinamis, dan
segala tek-tek bengek seterotype musik heavy tahun 70an. Karena pada era-era
itu lah budaya skateboard dilahirkan dan memacu perkembangan budaya skateboard
modern yang pesat hingga dewasa ini. Maka tidak heran jika 4 skateboarder asal
Bandung akhirnya membentuk sebuah band dengan nuansa rock 70an dan rock stoner.
Pasalnya mereka tumbuh bersama video-video skateboard yang sama sekali tidak
sedikit memasukan reportoir band rock 70’an sebagai soundtrack.
Nyatanya,
identeitas mereka yang diperkuat dengan lagu-lagu demo yang catchy-heavy dan
selengean mampu meyakinkan Volcom Entertainment (Executive Producer) dan Rekti
Yoewono (The Sigit, Bhang Records) untuk memproduseri dan merilis album perdana
mereka yang bertajuk Remorse. Album ini berhasil menarik perhatian dari scene
skateboarding lokal dan regional (Singapore, Malaysia) berkat keterlibatan
salah-satu lagu mereka dalam film skateboard “Possible” (directed by Hasbi
Sipahutar), di mana Genta dan Absar juga menunjukkan kelihaian manuver
skateboard yang mampu bersaing dengan skateboarder manca negara.
Namun The
Slave tidak lantas puas dengan kiprah nya di scene skateboard. Mereka pernah
tour bersama Satan!, band stoner/doom asal Singapur dan berpartisipasi dalam
event-event yang juga diramaikan oleh Raja Singa, Komunal, Sigmun, dll. Bukti
bahwa live performance mereka sudah mampu diterima dan diapresiasi oleh scene underground
rock.
s : Bhang
Record
Tidak ada komentar:
Posting Komentar